5/25/2011

FF for SHINeeversary


Title : Just End With A ‘Sorry’ ; Author : Marcha ; Cast : all SHINee members (Onew, Jonghyun, Key, Minho, Taemin) ; Type : oneshot ; Genre : friendship


It's already 3 year! God! With this fanfic, I just wanna celebrate the special moment of our beloved SHINee. (It's their 3rd birthday! Good God.) Before, I think I have to apologize for my bad in writing this fiction. Check this out.. 


Just End With A 'Sorry'
Key’s POV

“Annyeonghaseyo. Naneun SHINee imnida..”
Tidak ada. Tidak ada satu orang pun yang tahu. Bahwa sapaan kami dan senyuman kami di hadapan kamera itu hanya sebuah topeng. Yang menyembunyikan dinding-dinding es di antara kami berlima. Dan bibir kami rasanya tidak bisa lagi tersenyum tulus. Sejak kejadian itu. Entah kapan. Aku sudah lupa. Kami sudah lupa. Atau lebih tepatnya kami mencoba melupakan. Aku tak mau mengingatnya. Tak ada satu pun di antara kami berlima mau mengingatnya.

Aku lelah waktu itu. Kami semua lelah. Juga leader kami yang memang sangat sibuk dengan karier pribadinya. Lalu dia membuat kesalahan. Lalu aku membuat kesalahan yang sama fatalnya. Kami semua membuat kesalahan. Dan selepas semua itu, di asrama. Entah siapa. Seseorang mulai menyalahkan. Aku mulai menyalahkan. Kami semua saling menyalahkan.

Aku ingat kami berlima berkumpul di ruang tengah. Onew hyung duduk di sofa dan menunduk dalam-dalam. Di sebelahnya Taemin menggigiti kuku jari tangannya. Lalu Minho diam tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Jonghyun hyung bersandar di tembok dengan wajah yang tampak lelah ditambah kantung hitam di bawah matanya. Aku sendiri berdiri sambil menyedekapkan tangan.

“Jangan memandangiku seperti itu!” Jonghyun hyung mulai membentakku, “Bagaimana pun ini semua salah Onew hyung! Kau lebih mementingkan kariermu sendiri dibanding kelompok ini!” dan ia mulai membentak Onew hyung.

“Kau sendiri?! Kau juga sibuk akhir-akhir ini, kan?!” Erangku parau.

Jonghyun hyung tidak mengacuhkanku dan terus menyerang Onew hyung, “Aku bahkan tidak mengerti bagaimana orang seperti dirimu bisa menjadi leader.”

“Kalau begitu, mengapa tidak kau saja yang menjadi leader, hah?!” Onew hyung bangkit dan berdiri berhadapan dengan Jonghyun hyung, “Bukannya kau selalu mengambil apa yang seharusnya dilakukan seorang leader? Yang seharusnya KU-lakukan?!”

Sesaat mereka berpandang-pandangan dengan sengit. Dan udara di sekeliling kami seperti mengandung nafsu untuk menyakiti. Aku tidak heran jika Onew hyung melayangkan tinjunya pada Jonghyun hyung. Atau sebaliknya.

Tapi Onew hyung berbalik, mengambil jaket dan menggendong tasnya. Melangkah hendak meninggalkan asrama. Ia mengalah pada dongsaengnya. Layaknya seorang pemimpin. Tapi tidak di mata Jonghyun hyung. “Ya! Pengecut! Mau kemana kau?! Kembali ke sini!”

Dan rupanya kata ‘pengecut’ itu membuat Onew hyung bereaksi. Ia menghantamkan tinjunya di pipi Jonghyun hyung.

“Onew hyung! Hentikan!” aku mendorongnya menjauhi Jonghyun hyung. Dan yang kudapatkan adalah. Tatapan membunuh dari wajahnya yang biasanya lembut dan hangat. Dan ia balik mendorongku. Menyebabkan aku jatuh tersungkur dan menyebabkan aku menyerangnya. Ia mendapat memar di pelipis kiri. Aku mendapat memar di lenganku. Jonghyun hyung mendapatkan memar kebiruan di pipinya. Kami semua mendapat memar. Di hati kami.

“Hyung! Hentikan!” mata Taemin mulai berkaca-kaca.

“Diamlah Maknae!” aku berteriak sengit, tanpa bermaksud menyakitinya. Tapi ia tersakiti. Taemin diam. Dan menangis tanpa suara. Aku terdiam. Kami semua terdiam melihat leader kami berbalik pergi meninggalkan asrama.

Aku tidak akan sanggup memandang wajah Taemin lagi.


Taemin’s POV

Aku tidak menginginkan hal itu. Aku yakin hyung pun tidak menginginkannya. Tidak ada seorang pun dari kami berlima yang menginginkan hal itu. Tapi itu terjadi. Sampai saat ini. Tidak ada yang berubah. Kami masih berkegiatan bersama, berlatih dance, menyanyi, pengambilan gambar, wawancara. Kami terus bersama. Tapi hanya itu. Di luar itu, kami mempunyai dunia masing-masing yang tak bisa saling berhubungan. Dan tak ada orang lain yang tahu itu. Hanya kami berlima. Dan bahkan kami pun berusaha tidak mengetahui apa-apa.

Luka di pelipis Onew hyung sudah hilang. Tapi luka di hatinya belum pulih. Ia jarang berkumpul bersama kami di asrama. Ia lebih sering pulang ke rumah keluarganya. Kalaupun ia ada bersama kami, ia lebih memilih tidur di sofa. Bukan di atas tempat tidurnya. Yang berada di antara tempat tidur kami. Ia menghindari kami. Aku pun mulai menghindari mereka. Sebisa mungkin kami semua saling menghindari.

Key hyung mulai menghindariku. Ia selalu menghindari tatapanku. Dan menghindari pembicaraan denganku. Ia hanya bergumam tak jelas, menunduk, lalu pergi. Aku tahu ia marah. Jonghyun hyung juga marah. Kami semua marah. Pada diri kami sendiri.

Ternyata kejadian mengerikan itu mengubah pribadi kami masing-masing. Seperti Minho hyung. Ia tak pernah lagi bicara padaku. Ia tak pernah bicara pada siapa pun. Ia selalu diam. Seperti ketika kelompok ini baru dibentuk. Dulu sekali, ia pun jarang berbicara. Tubuhnya bersama kami. Namun pikirannya entah kemana. Seakan-akan hanya cangkangnya saja yang duduk bersama kami. Sedangkan ruhnya pergi. Aku juga ingin pergi. Kami semua ingin pergi. Dari situasi seperti ini.

Semua ini lebih menyakitkan dan mengerikan dibanding perlakuan teman-teman di sekolah terhadapku.

Kuharap Minho hyung mau berbicara denganku lagi.


Minho’s POV

Aku tidak menduga semua ini akan terjadi. Tidak sekarang. Tidak ketika aku mulai merasa nyaman berada di dalam kelompok ini. Tidak ketika aku mulai merasa senang menjadi bagian dari kelompok ini. Tidak ketika aku merasa menemukan tempatku, keluargaku. Tidak sekarang. Tidak juga selamanya. Tapi itu sudah terjadi.

“Mana Onew hyung?” suara Key membuyarkan lamunanku.

“Ia langsung pulang akhir-akhir ini.” Jonghyun hyung menyahut lemah.

Lalu suasana kembali bisu. Asrama ini terasa dingin. Tidak ada Onew hyung yang menghafalkan naskah musikalnya. Ia bahkan tak pernah berkumpul bersama kami di sini. Tak terdengar lagi Jonghyun hyung menyanyi dengan suara tingginya. Lalu meracau dengan cerewetnya bersama Key. Key, si umma, pun lebih banyak diam dan tak pernah lagi menggerutu pada Taemin atau Onew hyung. Dan Taemin sendiri tak pernah terlihat sesedih ini. Kami semua sedih dan menyesal. Dan mulai menyalahkan diri kami sendiri.

Aku tidak menyukai kata ‘kalah’. Namun kini aku rela kalah dalam hal apa pun. Asalkan tatapan kosong, raut sedih, dan semua atmosfer canggung di antara kami dapat menghilang. Aku tersiksa. Key pun tampak tersiksa dengan kebisuan ini. Kami semua tersiksa.

Seharusnya ada yang bisa mengkhiri semua ini. Entah dengan tindakan apa, atau dengan cara apa. Tapi siapa? Siapa yang cukup kuat dalam situasi seperti ini? Aku tidak. Aku tidak sanggup. Dan aku mulai membenci diriku. Kurasa kami semua mulai membenci diri kami. Ya, seharusnya ada yang mengakhiri. Harus ada yang mengakhiri semua kengerian ini.

Lalu Jonghyun hyung menatapku. Aku tak mengerti apa maksudnya. Aku bahkan makin tidak mengerti diriku sendiri.


Jonghyun’s POV

Yang tersisa dari semua kejadian ini adalah luka. Dan rasa bersalah. Terlebih bagiku. Terutama untukku. Seandainya waktu itu kami sedikit lebih peka. Seandainya waktu itu pikiran kami sedikit lebih jernih. Seandainya ada seseorang yang bisa memutar waktu. Seandainya aku bisa memutar waktu.

Atau setidaknya ada seseorang yang bisa mempercepat waktu. Karena detak jarum jam di dinding terasa janggal dan menekan. Karena aku berharap waktu bisa membuat kami lupa. Akan luka kami. Aku sendiri berusaha menekan semua perasaan yang bergejolak. Aku mencoba untuk tidak menangis. Wajah Minho tampak seperti hendak menangis. Aku yakin kami semua ingin menangis. Dan berharap luka itu hilang bersama air mata yang mengalir.

Tapi aku tidak bisa menangis. Tidak di sini. Di depan mereka. Tidak setelah apa yang kulakukan pada mereka. Keluargaku. Dan kuharap akan tetap begitu. Tapi atmosfer di sini benar-benar tanpa harapan. Dan kami semua terlalu tertekan untuk berharap.

Aku lelah. Jiwaku terlalu lelah. Tidak ada seorang pun dari kami yang tidak lelah. Dan kami bahkan tidak berani saling berbagi lelah atau sekadar berbagi harapan.

“Aishh..” Taemin mendesah panjang seolah kesakitan. Dan ia bangkit meninggalkan kami. Masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu. Tidak membiarkan seorang pun masuk. Ke dalam hatinya yang terluka.

Kami terdiam. Dan hanya mengamati gerak-gerik dongsaeng kami. Dan itu mengingatkanku pada memori kecil yang menyakitkan. Memori tentang leader kami yang terluka. Yang kulukai.

Jarum jam yang bergerak janggal membawa kami jauh ke dalam pikiran kami. Kami hanya berusaha mengalihkan perhatian kami dari masalah ini. Aku mulai mencoba berkonsentrasi pada sesuatu. Detak jam. Lantai yang bisu. Suara hembusan napas Key. Naik turun. Pintu kamar kami. Sesuatu. Asalkan bisa membuatku lupa. Dari masalah terkutuk itu.

Dan aku tersentak.

“Sudah larut, eh? Aku mau istirahat.” Key bangkit menuju kamar tidur. Aku terus mengamatinya mengetuk pintu. Memanggil Taemin yang dari tadi mengunci diri di dalam.

“Taemin, buka pintunya. Aku mau tidur.”

Hening.

“Taemin! Ayolah!”

Minho berdiri.

“Ya! Taeminnie!”

Wajah mereka berdua menegang.

Aku tidak bisa mendeteksi keberadaan suara atau gerakan dari dalam.

“Taemin! Taemin!”

“Minho, apa yang harus kita lakukan?!” Key panik. Wajahnya berubah pucat. Dan ada raut frustasi di sana. Kemudian dia menatapku. Aku menatap Minho. Minho menggeleng. Menandakan ia tak bisa berpikir di saat-saat seperti ini. Kami semua khawatir pada dongsaeng kami.

“Telepon Onew hyung.” Aku sendiri kaget mendengar suaraku.

“Jonghyun hyung! Kau gila?!” Key berteriak frustasi.

Kupikir aku memang sinting.

“Aku tak apa. Cepat Minho, telepon Onew hyung.” Hanya itu yang bisa kami lakukan sekarang.


Onew’s POV

Aku lupa kapan terakhir kali aku bisa menghirup napas dengan nyaman. Tanpa terasa sesak. Ah, waktu itu.. Bukan. Jauh lebih lama lagi. Jauh sebelum waktu itu. Ya, sejak aku merasa tak lagi pantas menjadi seorang leader. Sudah lama. Aku tak tahu tepatnya. Seingatku jauh sebelum kejadian itu. Kejadian yang membuat perutku melilit ketika mengingatnya. Seakan ada sesuatu yang sengaja dijejalkan dan diaduk-aduk di sana. Sesuatu itu adalah. Rasa bersalah. Yang terlalu pekat.

Aku memang bukan leader yang baik. Bayangkan saja. Sekonyong-konyong aku ditunjuk menjadi leader karena aku yang paling tua di antara kami berlima. Tapi kurasa aku yang paling tidak dewasa di antara kami berlima.

Tanpa kusadari aku menyeringai membayangkan keempat dongsaeng-ku itu bila berada di posisiku. Sebagai leader. Jonghyun yang terlalu cerewet. Dia hebat dalam menyanyi. Dan dia terkadang merawat kami seperti anaknya sendiri. Key, dibalik sifat judesnya, aku tahu ia pun sangat menyayangi kami. Tentu saja, ia umma, kan? Lalu Minho. Di umurnya yang begitu muda, ia bahkan bisa bersikap begitu dewasa. Walaupun kadang-kadang sisi kekanakannya muncul bila ia berambisi pada sesuatu. Dan Taemin. Ah, anak itu, ia memiliki sesuatu yang bisa membuat setiap orang menyayanginya. Kupikir, setiap orang pun bisa menempati posisi ini.

Bahkan aku?

Dan ponselku berdering. Minho. Apa yang terjadi sampai ia meneleponku? Setelah aku membuat semua kekacauan?

“Onew hyung! Cepat kemari!” Ia bahkan tak berbasa-basi.

“Hei, hei. Tenanglah. Ada apa?”

“Taeminnie, hyung! Taemin!”

“Eh? Apa yang terjadi pada Taemin?!”

“Pokoknya hyung cepat kemari!” Dan pembicaraan tanpa akhir yang jelas itu diputusnya.

Lalu apa yang kulakukan? Segera menuju ke sana? Seharusnya begitu. Bukannya setiap orang akan bertindak begitu. Tapi aku seakan kehilangan akal sehatku sendiri. Aku diam. Terus diam. Entah mengapa. Tapi aku tak tahu harus berbuat apa. Rasanya otakku tak bisa mengontrol tubuhku yang kaku. Sesuatu dalam diriku berteriak-teriak. Bahwa aku harus cepat. Tapi ada sesuatu yang lain yang menyebabkan aku tetap diam. Kurasa aku sudah gila. Atau mungkin aku tidak gila, aku hanya sekedar leader yang buruk.

Lalu apa? Aku harus ke sana? Baiklah.

Dan entah mengapa aku terdiam lagi sesampainya di sana. Di depan pintu. Pintu yang sudah ber-xx lama waktunya tak pernah kumasuki. Sesuatu dalam diriku lagi-lagi menyumpah-nyumpah agar aku cepat masuk. Tapi sesuatu yang lain mulai mendebat dan bertanya-tanya. Apakah aku masih pantas? Memangnya leader macam apa yang memukuli dongsaengnya? Leader macam apa yang meninggalkan dongsaengnya? Sudah kubilang otakku sedang tidak dalam keadaan waras. Tapi aku tetap masuk. Setelah semua ketidaknormalan yang kusebabkan.

Dan orang yang pertama kali kutemui adalah. Jonghyun. Dengan matanya yang berkilat-kilat. Mungkin ia marah. Kemudian kurasakan tanganku mengepal. Dan berdenyut-denyut. Tangan ini yang dulu memukulnya. Aku akan sangat bersyukur apabila. Jjongie memukulku saat itu juga. Tapi setelah kuperhatikan lagi. Matanya berkilat-kilat karena air mata. Dan sesuatu dalam diriku menyebabkanku ingin menangis juga.

Lalu Minho menggeretku ke depan pintu kamar. Tanpa penjelasan apa pun. Tapi kupikir, Taemin mengunci dirinya di dalam dan tak mau keluar, eh? Key ada di sisi kanan pintu. Matanya juga berkilat-kilat. Bukan karena marah. Yang jelas bukan pengaruh lampu. Sedikit ingin menangis. Tapi yang jelas ia tampak frustasi.

Memangnya apa yang bisa kulakukan?
Kurasa memanggil manager-hyung bukanlah tindakan paling bijaksana. Aku yang memimpin di sini. Harusnya aku bisa mengatasi hal ini. Oh, kumohon, biarkan aku bertindak dengan benar, sekali ini saja. Mungkin bukan sebagai leader. Cuma sebagai bagian dari tim ini. Bagian dari keluarga ini. Kumohon. Biarkan aku menjadi hyung yang baik. Sekali ini.

Aku mengetuk pintu sekali. Dua kali. Tiga kali. Tanganku gemetaran. Dan suara yang kukeluarkan untuk memanggil nama Taemin pun gemetaran.

Tapi tak lama pintu terbuka. Dan Taemin menampakkan tubuh kecilnya yang juga gemetaran.

“Onew hyung?” katanya dengan suara lemah yang gemetaran pula, “Kau datang?”

Lalu suasana kembali hening. Lagi-lagi aku diam tak bergerak. Terlalu banyak hal yang tidak bisa kucerna. Detak jarum jam. Udara di sekitar kami. Lantai yang dingin. Dan hal-hal lain yang berkecamuk. Di dalam pikiranku. Karena itu. Aku hanya mengamat-amati. Wajah Taemin merah. Dan matanya bengkak. Entah berapa banyak air mata yang keluar lewat mata itu.

Tapi tak ada yang pernah menyangka. Tubuh sekecil itu mampu mengeluarkan. Ledakan. Besar karena telah lama ditekan. Yang sebenarnya selalu ingin kami lakukan selama ini. Tapi kami tidak pernah berani. Sampai saat ini. Tapi Taemin…

“Hyung! Aku tahu. Dan hyung semua pun tahu. Ini pertengkaran pertama kita. Sehingga mungkin kita belum tahu caranya berbaikan. Tapi ini akan menjadi lebih buruk. Kalau tak ada yang bisa mengakhiri. Tapi hyung tahu. Aku, dan hyung juga, tidak menyukai hal ini. Karena itu,” di sini ia berhenti, tersendat, karena tangis. Lalu ia melanjutkan, dengan ledakan emosi yang lebih memilukan, “Karena itu, aku minta maaf.”

Kemudian  yang terdengar hanya isakan.

Taemin menangis keras. Setelah mengeluarkan apa yang ada di dalam pikirannya. Dan tubuhnya berguncang semakin keras, setiap detak jarum jam yang terdengar. Lalu kulihat Key turut menangis. Mengeluarkan bongkahan-bongkahan air mata yang selama ini ditahannya. Setengah berlari, ia menghampiri Taemin. Dan memeluknya begitu saja. Dan Minho. Usahanya menahan tangis tak berhasil. Ia bergabung dengan mereka berdua tak lama setelahnya.

Isakan Taemin. Isakan Key. Isakan Minho. Timbul tenggelam. Tapi terdengar isakan lain. Di belakangku. Jonghyun. Ia berdiri di sana sepanjang waktu? Lalu isakan itu mendekat ke punggungku. Dan aku merasakan sebuah tangan merangkulku. Jonghyun. Ia mengajakku turut bergabung. “Hyung, maafkan aku.”

“Tidak. Tidak. Aku yang seharusnya minta maaf pada kalian.”

Aku tidak menyadari. Mataku sendiri sudah basah. Sejak kapan?

Maka malam itu, kami berlima saling berpelukan. Dan berbagi isakan setelah sekian lama. Tidak ada yang lain. Ini sudah cukup. Lebih dari cukup. Dan kuharap ini berlangsung selamanya.

“We’re going! Ultra SHINee transformation!”

Ah, aku sayang kalian.


END.


p.s. Ini Key's UFO message buat SHINee 3rd Anniversary..
Eng trans :
[Key] Its our 3rd anniversary ! Time flies by~haha ! Thanks to you, we've come this far.

We are only at the start ~^^ Let's make lots of better days ! Love you ♥


p.s. lagi.  Waaaaaai! *heboh* SHINee akhirnya memasuki tahun ketiganya di dunia musik~ Lalalalalala~ I'm happy~ Semoga bisa berlanjut sampai tahun keempat.. kelima.. keenam.. ketujuh.. kedelapan.. kesembilan.. kesepuluh.. dan seterusnya. Pokoknya SHINee harus tetap ada dan tetap berlima sampai kapan pun.. sampai jadi bapak-bapak.. sampai jadi kakek-kakek.. Okey? Kekekekeke.. Our beloved oppas, Shawols will always love you. So, you have to keep singing, keep smiling, keep shining, and keep trying your best. I hope SHINee can always be SHINee, the Most Valuable Persons I ever knew. Oh yeah, don't get fight! That's a NO NO! Be happy and healthy. Shawols are also happy if you're happy. Kekekeke~ Leader Onew, you're the best leader (and the best man =D). Bling-Bling Jonghyun, your smile is the best! Keep smiling! Almighty Key, you're the KEY of the group, you know that. Flaming Charisma Minho, balance keeper in SHINee (he's too quiet, he isn't like the others). Maknae Taemin, our lovely maknae, Shawols and your hyungs love you~ OK OK~ Happy 3rd SHINeeversary y'all!

No comments:

Post a Comment